Rabu, 20 Oktober 2010

IDE TENTANG HUKUM

Konsep Tentang Hukum
Berbicara tentang ilmu hukum, tidak lepas dari konsep tentang hukum. Menurut Kaplan, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo (1982:273), menyatakan konsep adalah suatu pengetahuan dimana bertujuan untuk memberikan tentang informasi mengenai sesuatu. Konsep tentang hukum berkaitan pada masalah metodologis. Konsep tersebut dipakai untuk merumuskan banyak pengertian yang tercakup didalamnya, baik variasi maupun perbedaan dalam salah satu istilah saja. Informasi ini hendaknya harus mempunyai basis empiris. Oleh karena persepsi mengenai kenyataan akan menjadi dasar bagi suatu konsep. Suatu konsep membentuk suatu pengertian tertentu dalam pikiran seseorang, sehingga mempunyai arti di dalam diri orang itu. Sehingga konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran kita (Satjipo Rahardjo, 1982:273).
Selain berpijak pada tuntutan metodologis, konsep tentang hukum harus memuat pada unsur filsafat, yakni refleksi dari kedudukan manusia di muka bumi dan memperoleh warna serta isinya yang khas dari teori politik dari gagasan tentang bentuk masyarakat yang terbaik. Dua aspek ini akan mempermudah dalam pemahaman tentang pemikiran hukum (Friedmann, 1990:1). Sebagai konsep, istilah hukum mempunyai definisi yang sangat luas, sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigm hukum atau pemahaman hukum oleh masyarakat. Konsep tentang hukum tidak lepas dari disiplin hukum. Disiplin hukum diartikan sebagai suatu sistem ajaran sebagai suatu norma, dan hukum sebagai suatu kenyataan (Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2007:40).
Hukum, mengandung banyak pengertian, karena banyak para ahli yang mendefinisikan hukum tidak seragam, bahkan tidak sepakat satu sama lain. Berikut beberapa definisi tentang hukum (C.S.T Kansil, 1989: 35-36):
a. Aristoteles menyatakan bahwa, “Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature.”
b. Hukum menurut Meyers, adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
c. Leon Duguit, mengatakan bahwa, hukum badalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap pelanggaran yang dilakukan seseorang.
d. Immanuel Kant, mengatakan hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Selanjutnya Kansil mengutip pendapat Lemaire menyatakan bahwa banyaknya segi dan luasnya isi hukum tersebut, sehingga tidak memungkinkan perumusan hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu (Kansil, 1989:36).

Kebutuhan akan Hukum
Manusia diciptakan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, ia adalah makhluk yang mempunyai kepentingan. Sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain. Manusia sangat membutuhkan orang lain untuk merealisasiakan kepentingannya dan kebutuhannya. Di dalam kehidupan masyarakat, ada tiga bentuk masyarakat (J.B. Daliyo dkk, 1989:13), diantaranya:
a. Masyarakat teratur,masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu;
b. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya karena persamaan kepentingan, conmtoh, penonton sepakbola, penonton bioskop;
c. Masyarakat tidak teratur, yang terjadi dengan sendirinya tanpa dibentuk, contoh; sekelompok masyarakat yang membaca koran di tempat umum
Adapun yang menjadi faktor pendorong terbentuknya masyarakat adalah:
a. Hasrat untuk memnuhi kebutuhan makanan dan minuman
b. Hasrat untuk membela diri
c. Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Pada perkembangannya, manusia tidak lepas dari hukum. Dari kehidupan yang sangat sederhana, manusia membutuhkan peraturan, dalam kata lain hukum untuk melindungi kepentingannya. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi (Sudikno Mertokusumo, 1988:1). Kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat, seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin modern, sehingga membutuhkan hukum untuk mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat. Untuk melindungi kepentingannya, maka diperlukan suatu kaedah-kaedah sosial. Kaedah sosial ini bertujuan untuk mengatur dan melindungi hubungan antara manusia dengan sesamanya. Kaedah sosial ini dibagi dalam dua aspek kehidupan, yaitu aspek kehidupan pribadi dan aspek kehidupan antar pribadi. Adapun kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi dibagi lagi menjadi dua kaedah sosial, yakni kaedah keagamaan atau kaedah kepercayaan, dan kaedah kesusilaan. Sedangkan kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi dibagi menjadi dua kaedah, yakni kaedah sopan santun dan kaedah hukum (Sudikno Mertokusumo, 2005:5).
a. Kaedah Keagamaan atau Kaedah Kepercayaan
Kaedah sosial yang berasal dari Tuhan, yang berisikan perintah, dan larangan-larangan yang merupakan tuntunan hidup manusiauntuk hidup secara baik dan benar. Kaidah ini bertujuan untuk menyempurnakan hidup manusia agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Kaidah keagamaan ini hanya member kewajiban-kewajiban kepada manusia kepada Tuhan, dan kepercayaan semata kepada Tuhan. Sanksi bila melanggar kaidah ini adalah dosa, dimana akibatnya tidak masa sekarang, tetapi pada masa yang akan datang.
b. Kaedah Kesusilaan
Kaedah kesusilaan berhubungan dengan manusia sibagai individu, yang menyangkut kehidupan pribadi manusia. Kaedah ini ditujukan agar manusia terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan hidup manusia dan melarang manusia untuk berbuat jahat. Adapan yang menjadi sumber kaedah kesusilaan adalah dari dalam diri manusia itu sendiri, yang berupa suara hati manusia. Sanksi terhadap pelanggaran kaedah ini adalah perasaan menyesal, rasa malu, takut, merasa bersalah, jadi kaedah ini bersifat otonom.
c. Kaidah Kesopanan/ Sopan-Santun
Kaedah kesopanan ini ditujukan pada sikap lahir periloakunya yang konkret demiketertiban dan bertujuan menciptakan perdamaian. Sopan santun ini hanya mementingkan tata lahir saja. Kaedah sopan santun ini di tiap daerah/negara berbeda, bergantung pad kebiasaan masing-masing masyarkat. Sanksi terhadap kaedah ini bila dilanggar adalah celaan, cemoohan, bahkan dikucilkan dari masyarakat.
d. Kaedah Hukum
Kaedah ini dibuat oleh masyarakat yang berwenang/penguasa yang berwenang yang mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara. Kaedah ini ditujukan pada setiap perbuatan lahir manusia atau perbuatan lahir manusia secara konkret. Kaedah ini berasal dari luar diri manusia yang memaksakan kehendaknya pada kita. Berbeda dengan ketiga kaedah sosial yang lain, sanksi terhadap pelanggaran kaedah ini dapat dipaksakan.

Hukum, Moral dan Etika
Hukum, moral dan etika berkaitan dengan penegakan hukum dan perilaku para penegak hukum dan pelaku-pelaku yang bergerak di bidang hukum. Moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini. Etika sendiri sebagai bagian dari falsafah merupakan sistim dari prinsip-prinsip moral termasuk aturan-aturan untuk melaksanakannya . Berikut pengertian moral dan etika.
a. Moral
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata moral memiliki dua arti, diantaranya (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,sikap, akhlak, budi pekerti,susila; (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, disiplin, isi hati atau perasaan. Pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, sekaligus alat control yang paling ampuh dalam mengarahkan hidup manusia. Menurut Bartens, seperti yang dikutip oleh Supriadi (2006:12-13), kata kunci dari moral adalah kesadaran moral. Kesadaran moral adalah kesadaran manusia tentang diri sendiri yang berhadapan baik atau buruk, sehingga manusia dapat membedakan baik atau buruk.
Menurut Lili Cahyadi, moralitas dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, moralitas bersifat intrinsik, yaitu yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, sehingga perbuatan manusia tersebut baik atau buruk tidak dipengaruhi oleh norma yang ada.
b. Etika
Ada berbagai macam pengertian etika, diantaranya (Supriadi, 2006:7):
1) Pengertian etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2) James J. Spillane
Etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah manusia dalam pengambilan keputusan moral, yang mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
3) Bertens, memberikan tiga arti etika sebagai berikut:
- Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah laku. Hal ini dapat disebut sebagai sistem nilai dalam hidup manusia dalam bermasyarakat, contoh, etika orang Jawa, etika orang Sunda, dan lain-lain.
- Etika dapat dipahami dalam arti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik profesi
- Etika dipakai dalam arti ilmu tentang baik atau buruk.
Dihubungkan dengan Hukum, Etika dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Misalnya advokat tidak bermoral, artinya perbuatan advokat itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok profesi advokat. Dihubungkan dengan arti yang kedua, Etika Profesi Hukum berarti Kode Etik Profesi Hukum. Pengertian Etika juga dikemukakan oleh Sumaryono, dimana kata etika berasal dari istilah bahasa Yunani ethos yang mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Pengertian etika kemudian berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, Etika dapat dibedakan antara Etika perangai dan Etika moral (Selly Silvana, http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan).
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah-daerah tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena adanya kesepakatan masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika perangai adalah:
1. Berbusana adat
2. Pergaulan muda-mudi
3. Perkawinan semenda
4. Upacara adat
2. Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Etika moral ini berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Apabila etika ini dilanggar akan timbul kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral. Contoh etika moral adalah :
1. Berkata dan berbuat jujur
2. Menghargai hak orang lain
3. Menghormati orang tua atau guru
4. Membela kebenaran dan keadilan
5. Menyantuni anak yatim / piatu
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran hati nurani. Karena ada kebebasan kehendak, maka manusia bebas memilih antara yang baik dan tidak baik, antara yang benar dan tidak benar. Dengan demikian, dia mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dibuatnya itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya pula berkehendak untuk dihukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang diciptakan oleh penguasa yang bertujuan agar masyarakat dapat bertindak sesuai dengan aturan yang ada (Selly Silvana, http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan).

Fungsi Hukum
Fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat. Menurut Lawrence M. Friedman (2009:19-21), fungsai hukum ada empat. Fungsi yang pertama adalah fungsi keadilan, yakni mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang benar menurut masyarakat. Adapun Aristoteles membagi keadilan menjadi dua, yakni keadilan komutatif dan keadilan distributif. Fungsi yang kedua adalah fungsi penyelesaian sengketa, dimana hukum menyediakan sarana dan tempat yang bisa dituju orang untuk menyelesaikan sengketa di dalam masyarakat. Fungsi yang ketiga, adalah sebagai kontrol sosial, yakni pemberlakuan peratuan mengenai periliaku yang benar. Fungsi yang lain, adalah menciptakan norma-norma yang berfungsi untuk rekayasa sosial, yang disebut social engineering. Fungsi rekayasa sosial ini biasanya dibuat oleh badan legislative, yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum itu.
Menurut Sudikno (1996:11), fungsi hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat, agar tidak terjadi konflik. Fungsi hukum sebagai pedoman atau perilaku, tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman perilaku yang diharapkan diwujudkan masyarakat bila masyarakat melakukan suatu kegiatan yang diatur oleh hukum. Hukum sebagai sarana pengendalian sosial, mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial (Ishaq, 2008:11). Ada dua fungsi hukum menurut Bernard, yaitu :
1. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan nilai keadilan.
2. Hukum mengemban fungsi instrumental yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengadaban masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat yakni mendorong, memfasilitasi dan mengesahkan perubahan masyarakat (http://www.pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf).
Tujuan Hukum di Indonesia
Ada beberapa teori tentang tujuan hukum. Menurut Kansil (1989:40-41) tujuan hukum adalah menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum tersebut harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Selain itu, Kansil (1989:41-42) juga mengutip beberapa pendapat para sarjana mengenai tujuan hukum L.J. van Apeldorn, mengatakan bahwa hukum bertujuan mengatur pergaulan hidup secara damai.
Sudikno (2005:77-81), menguraikan ada tiga tujuan hukum, diantaranya:
a. Teori Etis
Menurut teori etis, tujuan hukum adalah semata-mata untuk keadilan, dimana salah satu dari penganut teori ini adalah Geny. Hakekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan suatu tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif. Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yakni keadilan distibutif dan keadilan komutatif. Keadilan distributive adalah keadilan berdasarkan atas prestasi yang dibuat oleh setiap orang, dimana hak setiap orang tidak sama bergantung pada kelahiran, pendidikan, kemampuan, dan lain-lain. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberi kepada setiap orang sama banyak. Hal ini menurut Sudikno adalah berat sebelah karena melebih-lebihkan keadilan hukum.
b. Teori Utilitis (kemanfaatan)
Menurut teori ini, tujuan hukum harus dapat memberikan kemanfaatan yang besar bagi manusia. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham.
c. Teori Campuran
Ada beberapa pendapat para ahli dalam memberikan tujuan hukum, diantaranya, Subekti mengatakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang pokoknya adalah mendatang kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Menurut Mochtar Kusumaatmaja, tujuan hukum adalah untuk ketertiban dan keadilan. Sedangkan menurut Purnadi dan Surjono Soekanto, tujuan hukum adalah untuk kedamaian antar pribadi yang meliputi ketenangan intern pribadi dan ketenangan ekstern antar pribadi.
Sedangkan tujuan hukum di Indonesia adalah termaktub dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu membentuk suatu pemerintah negara negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahtrean umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari tujuan hukum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diantaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, pada saat ini negara ini belum mampu mewujudkan secara adil dan merata. Arti dari “melindungi segenap bangsa Indonesia….” adalah negara berkewajiban melindungi seluruh komponen bangsa terutama di bidang hukum. Contohnya adanya vonis pidana bagi seorang nenek miskin yang mencuri tiga buah kakao adalah pidana penjara 3 (tiga)bulan dan percobaan selama 3 (tiga) bulan. Ini sebagai bukti bahwa Negara belum mampu melindungi bangsa ini. Hukum di Negara ini masih berpihak pada orang yang mempunyai uang.


















DAFTAR PUSTAKA


C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
J.B. Daliyo dkk. 1989. Pengantar Ilmu Hukum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:Gramedia.
Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum. Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa Media.
Satjipto Rahardjo. 1982.Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
_____________,2007. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Sudikno Mertokusumo. 1996. Mengenal Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
_________________. 2005. Mengenal Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
_________________. 2005. Penemuan Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Supriadi. 2006. Etika, dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Teguh Prasetyo dan Abdul Karim Barkatullah. 2007. Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum. Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
W. Friedmann. 1990. Teori dan Filsafat Hukum. Telaah Kritis Atas Teori Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Internet
Selly Silvana, Etika Profesi Hukum http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan diakses tanggal 25 September 2010 jam 17.30 WIB
(http://www.pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf diakses tanggal 28 September 2010 jam 13.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar