Kamis, 28 Oktober 2010

TEORI HUKUM

Pengertian dan Ciri-Ciri Teori Hukum
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan (Satjipto Rahardjo, 2000:253). Ada keragu-raguan dari para akademisi tentang tempat dari disiplin teori hukum dengan filsafat hukum, ilmu hukum, hukum normatif dan hukum positif. Ada yang menyamakan antara filsafat hukum dengan teori hukum (Munir Fuady, 2010:1). Banyak pendapat tentang apa yang dimaksud dengan disiplin teori hukum. Dengan memeperhatikan pendapat para ahli, rumusan tentang disiplin teori hukum adalah sebagai berikut (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004:11).
a. Teori hukum sama pengertiannya dengan filsafat hukum;
b. Teori hukum berbeda pengertiannya dengan filsafat hukum;
c. Teori hukum bersinonim dengan ilmu hukum.
Dari penjelasan di atas, Lili Rasjidi dan Ira Thania Rashidi mencoba membedakan antara teori hukum dengan filsafat hukum. Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengetian-pengertian pokok dan sistem dari hukum. Pengertian-pengertian pokok seperti itu misalnua subjek hukum, perbuatan hukum, dan lain-lain yang memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis. Pengertian-pengertian pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum pada umumnya maupun pada sistem hukum positif (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004:36).
Selanjutnya Lili Rasjidi dan Ira Thania menjelaskan bahwa teori hukum merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004:162). Menurut Kelsen (Kelsen,206:1), teori hukum yang dimaksud adalah teori hukum murni, yang disebut teori hukum positif. Yang dimaksud teori hukum murni,karena ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan objek penjelasan dari segala hal yang tidak bersangkut paut dengan hukum. Sebagai teori, ia menjelaskan apa itu hukum, dan bagaimana ia ada.
Ada dua pandangan besar mengenai teori hukum yang bertolak belakang namun ada dalam satu realitas, seperti ungkapan gambaran sebuah mata uang yang memiliki dua belah bagian yang berbeda. Pertama, pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangna bahwa hukumsebagai suatu sistem yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang kondis sistem itu sekarang, perilaku sistem ditentukan oleh bagian-bagian yang terkecil dari sistem itu dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaimana adanya tanpa berkaitan dengan orang (pengamat). Hal ini membawa kita kepada pandangan bahwa teori hukum itu deterministik, reduksionis, dan realistik. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetap merupakan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberatuan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh [ersepsi orang (pengamat) dalam memaknai hukum tersebut. Pandangan ini banyak dikemukakan oleh mereka yang beraliran sosiologis dan post-modernis, dimana mereka memandang bahwa pada setiap waktu mengalami perubahan, baik kecil maupun yang besar, evolutif maupun revolusioner (Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2004, 46-47).
Teori hukum tidak hanya menjelaskan apa itu hukum sampai kepada hal-hal yang konkret, tetapi juga pada persoalan yang mendasar dri hukum itu. Seperti yang dikatakan Radbruch, yang dikutip Satjipto Rahardjo, tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada penjelasan filosofis yang tertinggi. Teori hukum akan mempertanyakan hal-hal seperti: mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan yang mengikatnya, apa yang menjadi tujuan hukum, bagaimana hukum dipahami, apa hubungannya dengan individu dengan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah keadilan itu, dan bagaimana hukum yang adil (Satjipto Rahardjo, 2000:254). Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun Romawi. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum. Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli hukum modern seperti teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri (Alan Banjarnahor, http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html).
Teori hukum menurut Bruggink seperti yang dikutip oleh Salim HS (2010:53), mengatakan bahwa teori hukum merupakan keseluruhan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian penting dipositifkan. Pengertian ini mempunyai makna ganda, yakni definisi teori sebagai produk dan proses. Sedangkan menurut Jan Gissels dan Mark van Hoecke mendefinisikan teori hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait dengan ajaran hukum umum. Mereka memandang bahwa ada kesinambungan antara Ajaran Hukum Umum dalam dua aspek sebagai berikut (Otje Salman dan Anthon F Susanto, 2004:54-55):
a. Teori hukum sebagai kelanjutan dari Aaran Hukum Umum memiliki objek disiplin mandiri, diantara dogmatik hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi lain. Dewasa ini teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga disamping untuk melengkapi filsafat hukum dan dogmatik hukum, masing-masing memiliki wilayah dan nilai sendiri-sendiri.
b. Teori hukum dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai, yang membedakan dengan disiplin lain.
Friedmann, mengatakan bahwa disiplin teori hukum tidak mendapatkan tempat sebagai ilmu yang mandiri, maka disiplin teori hukum harus mendapatkan tempat di dalam disiplin ilmu hukum secara mandiri (W. Friedmann, 1990:1). Ada lagi yang mengatakan bahwa teori hukum itu adalah teori tentang tertib manusia, karena ia memberi jawab tentang apa itu hukum secara berbeda yang steategik bagi tertib dirinya, yang mewarnai teori hukum (Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, 2010:7). Untuk dapat mengerti apa yang disebut dengan teori hukum, terdapat beberapa model pendekatan yang dapat dilakukan, dimana dapat menggunakan salah satu saja ataupun beberapa pendekatan sekaligus. Adapun pendekatan-pendekatan terhadap disiplin teori hukum adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2010:1-8):
1. Pendekatan yang menafikan disiplin teori hukum.
2. Pendekatan sorotan disiplin lain ke bidang hukum.
3. Pendekatan teori hukum hakekat.
4. Pendekatan teori hukum substantif.
5. Pendekatan teori hukum nonpraktis.
6. Pendekatan teori sejarah hukum.
7. Pendekatan teori aliran hukum.
8. Pendekatan teori tradisi hukum
9. Pendekatan nasionalisme hukum
10. Pendekatan secara fungsional.
11. Pendekatan terstruktur.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa teori hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Teori hukum membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada penjelasan filosofis yang tertinggi.
2. Teori hukum merupakan salah satu disiplin dalam ilmu hukum yang menjawab pertanyaan apa itu hukum,
3. Teori hukum merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004:162)
4. Disiplin teori hukum mempunyai beberapa model pendekatan-pendekatan untuk mengetahui makna dari teori hukum tersebut.
5. Mempunyai dua pengertian besar dari dua pandangan yang berbeda.

Kebenaran Teoritik dan Kebenaran Hukum
Kebenaran teoritik dan kebenaran hukum berkaitan dengan banyaknya teori-teori hukum dengan berbagai alirannya. Kebenaran teori merupakan dari hasil ujian dalam sintesa-sintesa yang sudah dibuat dalam teori tersebut. Pengertian teori dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa; asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; (3) pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan teoretik atau teoretis yang sering kita sebut dengan teoritik/teoritis, adalah berdasarkan pada teori, mengenai atau menurut teori. Arti dari kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan yang sesungguhnya. Kebenaran teoritik adalah kebenaran yang sesuangguhnya atau sesuatu yang dianggap benar yang dilihat dari sudut pandang pendapat para ahli. Sedangkan kebenaran hukum adalah sesuatu yag dianggap benar oleh para teoritisi tentang hukum berdasarkan aliran-aliran ilmu hukum yang mereka anut tentang hukum itu sendiri.
Salah satunya adalah pandangan aliran positivis tentang hukum. Menurut pandangan ini, konsep hukum yang hendak diketengahkan adalah hukum sebagai perintah manusia yang dibuat oleh badan yang berwenang. Ada dua bentuk positivisme hukum, yakni positivis yuridis, yang berarti hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuannya adalah pembentukan struktur rasional sistem yurudis yang berlaku. Dalam positivisme yuridis, berlaku closed logical system, yang berarti bahwa peraturan direduksikan daru undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma sosial, politik dan moral, dengan tokoh von Jhering dan Austin. Kedua, positivisme sosiologis, hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode alamiah (Otje Salman dan Anthon F Susanto, 2004:80-81).
Namun pandangan ini ditentang oleh aliran-aliran hukum lain diantaranya realisme hukum. Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu dibentuk tidak dari penguasa, melainkan berasal hukum yang hidup dan tumbuh bersama masyarakat. Hukum tidak dapat dipisahkan dari anasir-anasir sosiologis, dan lebih mementingkan keadilan dalam masyarakat.

Urgensi Teori Hukum
Teori hukum merupakan ilmu disiplin tersendiri diantara dogmatik hukum dan filsafat hukum, yang mempunyai perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoretisnya maupun dalam penerapan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang hukum dalam kenyataan kemasyarakatan. Yang menjadi urgensi teori hukum adalah teori hukum memiliki kegunaan diantaranya, (1) menjelaskan hukum dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau unsur sahnya suatu peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan peraturan hukum, (2) menilai suatu peristiwa hukum, dan (3) memprediksi tentang sesuatu yang akan terjadi. Menurut Radbruch, teori hukum memiliki tugas: membikin jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosifisnya yang tertinggi. Sedangkan Kelsen menyatakan bahwa teori hukum berfungsi untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan. Teori hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya. (http://www.forumbebas.com/thread-11519.html).
Kegunaan yang lain, teori hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, teori hukum pembangunan, adalah mengundang banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut: Pertama, Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia. Hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik. Kedua, secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur), culture (kultur) dan substance (substansi) Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law as a tool social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. (Lilik Mulyadi, hal 1).

Sumber-Sumber Teori Hukum
Berkaitan dengan sumber-sumber teori hukum, teori hukum ini bersumber pada pedapat para sarjana hukum tentang hukum, dan bagaimana mereka memaknai hukum tergantung kepada aliran yang mereka anut untuk menjelaskan apa itu hukum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Radbruch, bahwa teori hukum membikin jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi (Satjipto Rahardjo, 2000: ). Contohnya, Hans Kelsen mengajarkan teori hukum murni, yang mengatakan bahwa teori hukum murni adalah teori hukum umum yang berusaha menjawab bagaimana hukum itu dibuat, dan bukan menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya hukum itu dibuat. Ia mengatakan murni karena teori tersebut mengarahkan kognisi (pengetahuan) pada hukum itu sendiri, karena teori tersebut menghilangkan semua yang tidak menjadi objek kognisi yang sebenarnya ditetapkan sebagai hukum tersebut, yakni dengan membebaskan ilmu hukum dari semua elemen asing (Hans Kelsen, 2010:37-38).
Karl Marx yang hidup pada masa revolusi industri, mengatakan bahwa hukum itu alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu. Hukum itu hanya melayani kepentingan ‘orang yang berpunya’, yang dimaksud disini adalah pemilik modal. Teori Karl Max yang terkenal adalah hukum ada dalam bingkai infra-struktur, supra-struktur. Infra-stuktur adalah fakta hubungan-hubungan ekonomi masyarakat. Sedangkan supra-struktur adalah kelembagaan-kelembagaan sosial non ekonomi, seperti hukum, agama, sistem politik, corak budaya dan sebagainya (Bernard L.Tanya dkk, 2010:97-98).









DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage. 2010. Teori Hukum. Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing.
Hans Kelsen. 2006. Teori Hukum Murni. Bandung: Nusa Media dan Nuansa.
____________. 2010.cet III. Pengantar Teori Hukum Murni. Bandung: Nusa Media
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi. 2004. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Munir Fuady. 2010. Dinamika Teori Hukum. Bogor: Ghalia Indah Indonesia.
Otje Salman S, dan Anthon F. Susanto. 2004. Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: Refika Aditama
Satjipto Rahardjo. 2000.Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Salim HS. 2010. Perkembangan Teori dalam Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
W. Friedmann. 1990. Teori dan Filsafat Hukum. Susunan I. Telaah Kritis Atas Teori Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


Internet:
Alan Banjarnahor. Teori Hukum. http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html akses tgl 13 Okt 2010 jam 20.18 WIB
http://www.forumbebas.com/thread-11519.html jam 13.33WIB hari Senin 18 Oktober 2010

Jurnal:
Lilik Mulyadi. Teori Hukum Pembangunan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Sebuah Kajian Deskriptif Analitis tanpa tahun

LOGIKA HUKUM

Logika Hukum
Sebelum membahas tentang logika hukum, kita melihat pengertian dari logika. Logika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika berarti (1) pengetahuan tentang kaidah berpikir, (2) jalan pikiran yang masuk akal. Hukum merupakan aturan yang dibuat yang mempunyai daya pemaksa untuk mengatur masyarakat. Logika hukum adalah suatu jalan pemikiran tentang bagamana peraturan itu dibuat, dan ditemukan dalam bentuk peraturan dan penemuan hukum.
Kelsen memandang ilmu hukum adalahj pengalaman logical suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal (Scholten, 2003:5). Ilmu hukum adalah semata-mata hanya ilmu logikal. Ilmu hukium adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga sosiologikal (Scholten, 2003:7). Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning). Logika hukum (legal reasoning) mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum dalam arti sempit, berhubungan dengan kajian logika terhadap suatu putusan hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap model argumentasi, ketepatan dan kesahihan alas an pendukung putusan (Munir Fuady, 2010:23).
Selanjutnya Munir Fuady menjelaskan bahwa logika dari ilmu hukum yang disusun oleh hukum mencakup bebrapa prinsip diantaranya; pertama, prinsip eksklusi, adalah suatu teori yang memberikan pra anggapan bahwa sejumlah putusan independen dari badan legislatif merupakan sumber bagi setiap orang, karenanya mereka dapat mengidentifikasi sistem. Kedua, prinsip subsumption, adalah prinsip di mana berdasarkan prisip tersebut ilmu hukum membuat suatu hubungan hierarkhis antara aturan hukum yang bersumber dari legislatif superior dengan yang inferior. Ketiga, prinsip derogasi, adalah prinsip-prinsip yang merupakan dasar penolakan dari teori terhadap aturan-aturan yang bertentangan dengan aturan yang lain dengan sumber yang lebih superior. Keempat, prinsip kontradiksi, adalah adalah prinsip-prinsip yang merupakan dasar berpijak bagi teori hukum untuk menolak kemungkinan adanya kontradiksi di antara peraturan yang ada (Munir Fuady, 2010:24).

Sumber Hukum
Sumber hukum memiliki banyak makna, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Sumber hukum menurut Ishaq (2008:91), adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan tersebut dilanggar, akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Secara umum, sumber hukum ada dua macam, yakni sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dirumuskan peraturannya dalam suatu bentuk, sedangkan sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dari sebuah peraturan tersebut.
Kansil menyatakan bahwa sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut, misal dari sudut sejarah, ekonomi, sosiologis, filsafat, dan lain-lain. Sedangkan sumber hukum formil dibagi menjadi lima, diantaranya (C.S.T. Kansil, 1989:46):
a. Undang-Undang (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Putusan Hakim (jurisprudence)
d. Traktat (treaty)
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Sumber hukum menurut Achmad Sanoesi, sebagaimana dikutip oleh Ishaq (2008:92), membagi sumber hukum menjadi dua kelompok, yakni:
1. Sumber hukum normal, dibagi lagi menjadi dua, diantaranya:
a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang, yakni:
1) Undang-Undang
2) Perjanjian antar negara
3) Kebiasaan
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-undang, diantaranya:
1) Perjanjian
2) Doktrin
3) Yurisprudensi
2. Sumber hukum abnormal, yakni:
a. Proklamasi
b. Revolusi
c. Kudeta
Menurut Fitzgerald, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo,menyatakan bahwa sumber-sumber yang melahirkan hukum dapat digolongkan ke dalam dua kategori besar,yakni sumber-sumber yang bersifat hukum dan sumber-sumber yang bersifat sosial.adapun yang disebut sumber-sumber yang bersifat hukum, merupakan sumber yang diakui oleh hukum secara langsung bisa menciptakan hukum, yang kedua, sumber hukum yang bersifat sosial merupakan sumber hukum yang tidak mendapatkan pengakuan secara formal oleh hukum, sehingga secara tidak langsung bisa diterima sebagai hukum.pendapat lain, Allen , mengatakan bahwa sumber hukum dikaitkan oleh suatu pihak pada kehendak yang berkuasa, sedangkan yang lainpada vitalitasw dari masyarakat sendiri (Satjipto Rahardjo, 2000:81-82).
Subandi Al Marsidi, seperti yang dikutip oleh Ishaq (2003:83-84) membagi sumber hukum Indonesia menjadi empat, diantaranya:
a. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
b. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
c. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
d. Surat perintah 11 Maret 1966
Van Apeldoorn, membedakan empat macam sumber hukum, diantaranya (Sudikno MertoKusumo, 2003:83):
1. Sumber hukum dalam arti historis, yakni tempat dimana dapat ditemukannya hukum dari arti sejarah atau segi historis. Sumber hukum dalam arti historis dibagi lebih lanjut menjadi dua, diantaranya:
a. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat ditemukannya atau dikenal hukumnya secara historis, diantaranya dokumen-dokumen kuno, lontar, dan sebagainya.
b. Sumber hukum yang merupakan tempat pembentuk undang-undang
2. Sumber hukum arti sosiologis (teleologis), merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti keadaan agama, pandangan agama dan sebagainya.
3. Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi lebih lanjut menjadi dua, diantaranya:
a. Sumber isi hukum, dinyatakan dari mana isi hukum itu berasal, ada tiga pandangan:
• Pandangan teokratis, menurut pandangan ini, isi hukum berasal dari Tuhan
• Pandangan hukum kodrat, menurut pandangan ini, isi hukum berasal dari pandangan manusia
• Mahzab historis, menurut mahzab ini, isi hukum berasal dari kesadaran hukum
b. Sumber kekuatan mengikat hukum, kekuatan mengikat hukum bukan karena didasarkan pada kekuatan bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusialaan dan kepercayaan.
4. Sumber hukum dalam arti formiil. Yang dimaksud adalah sumber dilihat dari cara terjadinya hukum yang mengikat hakim dan penduduk. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku, harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan, traktat atau perjanjian antar negara.
Selanjutnya Sudikno memberikan pengertian sumber hukum sebagai berikut (Sudikno Mertokusumo, 2003:82):
a. Sumber hukum sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, missal kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum yang berlaku; hukum Prancis, Hukum Romawi
c. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat)
d. Sebagai sumber dimana kita dapat menemukan hukum, misal dokumen, undang-undang, lontar, batu bertulis, dan sebagaimya.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.

Doktrin
Pengertian doktrin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ajaran tentang asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ilmu pengetahuan, ketatanegaraan, secara bersistem khususnya pada penyelenggaraan kebijakan negara. Pengertian doktrin menurut kamus hukum karangan Andi Hamzah (1986:154) adalah ajaran kaum sarjana hukum, khusus dipakai sebagai kebalikan dari peradilan (rechtspraak), dan yurisprudensi (jurisprudentie), ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh peradilan. Doktrin juga dapat disebut sebagai dogma. Dogmatische rechtswetenschap, adalah ilmu pengetahuan hukum dogmatis, yaitu bagian dari ilmu hukum yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain, mengaturnya dalam satu sistem dan mengumpulkan dari aturan baru dan pemecahan persoalan tertentu (Andi Hamzah, 1986:155). Doktrin hukum, dapat disebut sebagai pemikiran para sarjana hukum tentang hukum itu sendiri.
Chainur Arrasjid mengatakan bahwa doktrin hukum dapat dikemukakan dalam berbagai forum, seperti penelitian, seminar atau dengan penerbitan buku dan lain-lain. Doktrin hukum mengalami perkembangan pesat sejak zaman Romawi. Pada zaman Romawi, terdapat golongan para ahli hukum yang dinamakan prudentes dapat membuat tindakan-tindakan sebagai berikut (Chainur Arrasjid, 2001:81):
a. Membuat ulasan (komentar) tentang hukum yang berlaku di masyarakat.
b. Beruasah mencari hakekat hukum (les raisons fropondes)
c. Berusaha memberi jawaban atas masalh-masalah yang hangat.
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, menyebut pengertian doktrin dari dua pendapat para ahli sebagai berikut:
a. Jan Gissels dan van Hoecke menyebut doktrin hukum sebagai dogmatik hukum. Dogmatik hukum dalam arti sempit, bertujuan untuk memaparkan dan memsistematisasi serta dalam arti tertentu menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku. Ajaran hukum tidak dapat membatasi pada suatu pemaparan dan sistematisasi, melainkan secara sadar mangambil sikap berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan. Ajaran hukum tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga preskriptif (bersifat normatif) (Otje Salman dan Anton F. Susanto,2007:56).
b. J.J.H. Bruggink, menyebut dogmatika hukum adalah ilmu hikum (dalam arti sempit) merupakan bagian utama dari pengajaran pada fakultas hukum. Objek dogmatika hukum adalah hukum positif, yaitu sistem konseptual aturan hukum dari putusan hukum, yang bangian intinya ditetapkan (dipositifkan) oleh pengambil kebijakan dalam suatu masyarakat tertentu. Perumusan aturan hukum disebut pembentukan hukum, sedangkan pengambilan keputusan hukum adalah penemuan hukum. Seorang dogmatis hukum akan sering menempatkan diri seolah-olah ia tengah melakukan kegiatan pembentukan hukumatau penemuan hukum (Otje Salman dan Anton F. Susanto,2007:62).
Ishaq, mengutip pendapat R. Soeroso, mengatakan bahwa doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka, yang besar pengaruhnya, terhadap hakim dalam mengambil keputusan. Doktrin dapat menjadi hukum formal bila telah menjelma menjadi putusan hakim (Ishaq, 2008:112-113).


Relevansi Doktrin Hukum
Dalam kehidupan sehari-hari, tindakan manusia termasuk hukum di bidang hukum sangat dipengaruhi oleh mahzab/aliran pemikiran (doktrin) yang dianutnya. Mahzab hukum diartikan (dimaknakan) sebagai aliran yang berkembang dalam khasanah hukum yang bergerak di bidang teori hukum dan fisafat hukum. Ilmu hukum termasuk ke dalam ilmu praktis, dimana ilmu hukum berfungsi mengubah keadaan atau menawarkan penyelesaian terhadap masalah konkret. Untuk itu, ilmu hukum harus terbuka untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunitas di luar ilmu hukum dan nilai-nilai manusiawi. Ilmu hukum merupakan tempat bertemu dan berinteraksi berbagai ilmu yang bermuara pada suatu konvergensi dari ilmu tersebut (Satjipto Rahardjo, 2007:156).
DHM Meuwissen seperti dikutip oleh Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa ilmu hukum dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yakni Ilmu hukum Praktis dan Ilmu Hukum Teoritis. Ilmu hukum praktis menekuni kegiatan manusia dengan mewujudkan tujuan hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari secara konkrit melalui pembentukan hukum, penemuan hukum, dan bantuan hukum. Ilmu hukum teoritis menekuni refleksi teoritis terhadap hukum (Satjipto Rahardjo, 2007:156-157). Jadi relevansi doktrin hukum terhadap hukum sendiri adalah saling berhubungan dalam penyelesaian persoalan di bidang hukum, terutama menjadi pedoman bagi hakim untuk memutus suatu sengketa hukum di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. 1989. Kamus Hukum. Jakarta:
C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Imu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Chainur Arrasjid. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Munir Fuady. 2010. Dinamika Teori Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia.
Paul Scholten. 2003. Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
. 2007. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas.
Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Rabu, 20 Oktober 2010

IDE TENTANG HUKUM

Konsep Tentang Hukum
Berbicara tentang ilmu hukum, tidak lepas dari konsep tentang hukum. Menurut Kaplan, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo (1982:273), menyatakan konsep adalah suatu pengetahuan dimana bertujuan untuk memberikan tentang informasi mengenai sesuatu. Konsep tentang hukum berkaitan pada masalah metodologis. Konsep tersebut dipakai untuk merumuskan banyak pengertian yang tercakup didalamnya, baik variasi maupun perbedaan dalam salah satu istilah saja. Informasi ini hendaknya harus mempunyai basis empiris. Oleh karena persepsi mengenai kenyataan akan menjadi dasar bagi suatu konsep. Suatu konsep membentuk suatu pengertian tertentu dalam pikiran seseorang, sehingga mempunyai arti di dalam diri orang itu. Sehingga konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran kita (Satjipo Rahardjo, 1982:273).
Selain berpijak pada tuntutan metodologis, konsep tentang hukum harus memuat pada unsur filsafat, yakni refleksi dari kedudukan manusia di muka bumi dan memperoleh warna serta isinya yang khas dari teori politik dari gagasan tentang bentuk masyarakat yang terbaik. Dua aspek ini akan mempermudah dalam pemahaman tentang pemikiran hukum (Friedmann, 1990:1). Sebagai konsep, istilah hukum mempunyai definisi yang sangat luas, sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigm hukum atau pemahaman hukum oleh masyarakat. Konsep tentang hukum tidak lepas dari disiplin hukum. Disiplin hukum diartikan sebagai suatu sistem ajaran sebagai suatu norma, dan hukum sebagai suatu kenyataan (Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2007:40).
Hukum, mengandung banyak pengertian, karena banyak para ahli yang mendefinisikan hukum tidak seragam, bahkan tidak sepakat satu sama lain. Berikut beberapa definisi tentang hukum (C.S.T Kansil, 1989: 35-36):
a. Aristoteles menyatakan bahwa, “Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature.”
b. Hukum menurut Meyers, adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
c. Leon Duguit, mengatakan bahwa, hukum badalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap pelanggaran yang dilakukan seseorang.
d. Immanuel Kant, mengatakan hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Selanjutnya Kansil mengutip pendapat Lemaire menyatakan bahwa banyaknya segi dan luasnya isi hukum tersebut, sehingga tidak memungkinkan perumusan hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu (Kansil, 1989:36).

Kebutuhan akan Hukum
Manusia diciptakan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, ia adalah makhluk yang mempunyai kepentingan. Sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain. Manusia sangat membutuhkan orang lain untuk merealisasiakan kepentingannya dan kebutuhannya. Di dalam kehidupan masyarakat, ada tiga bentuk masyarakat (J.B. Daliyo dkk, 1989:13), diantaranya:
a. Masyarakat teratur,masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu;
b. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya karena persamaan kepentingan, conmtoh, penonton sepakbola, penonton bioskop;
c. Masyarakat tidak teratur, yang terjadi dengan sendirinya tanpa dibentuk, contoh; sekelompok masyarakat yang membaca koran di tempat umum
Adapun yang menjadi faktor pendorong terbentuknya masyarakat adalah:
a. Hasrat untuk memnuhi kebutuhan makanan dan minuman
b. Hasrat untuk membela diri
c. Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Pada perkembangannya, manusia tidak lepas dari hukum. Dari kehidupan yang sangat sederhana, manusia membutuhkan peraturan, dalam kata lain hukum untuk melindungi kepentingannya. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi (Sudikno Mertokusumo, 1988:1). Kebutuhan manusia semakin hari semakin meningkat, seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin modern, sehingga membutuhkan hukum untuk mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat. Untuk melindungi kepentingannya, maka diperlukan suatu kaedah-kaedah sosial. Kaedah sosial ini bertujuan untuk mengatur dan melindungi hubungan antara manusia dengan sesamanya. Kaedah sosial ini dibagi dalam dua aspek kehidupan, yaitu aspek kehidupan pribadi dan aspek kehidupan antar pribadi. Adapun kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi dibagi lagi menjadi dua kaedah sosial, yakni kaedah keagamaan atau kaedah kepercayaan, dan kaedah kesusilaan. Sedangkan kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi dibagi menjadi dua kaedah, yakni kaedah sopan santun dan kaedah hukum (Sudikno Mertokusumo, 2005:5).
a. Kaedah Keagamaan atau Kaedah Kepercayaan
Kaedah sosial yang berasal dari Tuhan, yang berisikan perintah, dan larangan-larangan yang merupakan tuntunan hidup manusiauntuk hidup secara baik dan benar. Kaidah ini bertujuan untuk menyempurnakan hidup manusia agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Kaidah keagamaan ini hanya member kewajiban-kewajiban kepada manusia kepada Tuhan, dan kepercayaan semata kepada Tuhan. Sanksi bila melanggar kaidah ini adalah dosa, dimana akibatnya tidak masa sekarang, tetapi pada masa yang akan datang.
b. Kaedah Kesusilaan
Kaedah kesusilaan berhubungan dengan manusia sibagai individu, yang menyangkut kehidupan pribadi manusia. Kaedah ini ditujukan agar manusia terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan hidup manusia dan melarang manusia untuk berbuat jahat. Adapan yang menjadi sumber kaedah kesusilaan adalah dari dalam diri manusia itu sendiri, yang berupa suara hati manusia. Sanksi terhadap pelanggaran kaedah ini adalah perasaan menyesal, rasa malu, takut, merasa bersalah, jadi kaedah ini bersifat otonom.
c. Kaidah Kesopanan/ Sopan-Santun
Kaedah kesopanan ini ditujukan pada sikap lahir periloakunya yang konkret demiketertiban dan bertujuan menciptakan perdamaian. Sopan santun ini hanya mementingkan tata lahir saja. Kaedah sopan santun ini di tiap daerah/negara berbeda, bergantung pad kebiasaan masing-masing masyarkat. Sanksi terhadap kaedah ini bila dilanggar adalah celaan, cemoohan, bahkan dikucilkan dari masyarakat.
d. Kaedah Hukum
Kaedah ini dibuat oleh masyarakat yang berwenang/penguasa yang berwenang yang mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara. Kaedah ini ditujukan pada setiap perbuatan lahir manusia atau perbuatan lahir manusia secara konkret. Kaedah ini berasal dari luar diri manusia yang memaksakan kehendaknya pada kita. Berbeda dengan ketiga kaedah sosial yang lain, sanksi terhadap pelanggaran kaedah ini dapat dipaksakan.

Hukum, Moral dan Etika
Hukum, moral dan etika berkaitan dengan penegakan hukum dan perilaku para penegak hukum dan pelaku-pelaku yang bergerak di bidang hukum. Moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini. Etika sendiri sebagai bagian dari falsafah merupakan sistim dari prinsip-prinsip moral termasuk aturan-aturan untuk melaksanakannya . Berikut pengertian moral dan etika.
a. Moral
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata moral memiliki dua arti, diantaranya (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,sikap, akhlak, budi pekerti,susila; (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, disiplin, isi hati atau perasaan. Pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, sekaligus alat control yang paling ampuh dalam mengarahkan hidup manusia. Menurut Bartens, seperti yang dikutip oleh Supriadi (2006:12-13), kata kunci dari moral adalah kesadaran moral. Kesadaran moral adalah kesadaran manusia tentang diri sendiri yang berhadapan baik atau buruk, sehingga manusia dapat membedakan baik atau buruk.
Menurut Lili Cahyadi, moralitas dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, moralitas bersifat intrinsik, yaitu yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, sehingga perbuatan manusia tersebut baik atau buruk tidak dipengaruhi oleh norma yang ada.
b. Etika
Ada berbagai macam pengertian etika, diantaranya (Supriadi, 2006:7):
1) Pengertian etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2) James J. Spillane
Etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah manusia dalam pengambilan keputusan moral, yang mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
3) Bertens, memberikan tiga arti etika sebagai berikut:
- Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah laku. Hal ini dapat disebut sebagai sistem nilai dalam hidup manusia dalam bermasyarakat, contoh, etika orang Jawa, etika orang Sunda, dan lain-lain.
- Etika dapat dipahami dalam arti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik profesi
- Etika dipakai dalam arti ilmu tentang baik atau buruk.
Dihubungkan dengan Hukum, Etika dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Misalnya advokat tidak bermoral, artinya perbuatan advokat itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok profesi advokat. Dihubungkan dengan arti yang kedua, Etika Profesi Hukum berarti Kode Etik Profesi Hukum. Pengertian Etika juga dikemukakan oleh Sumaryono, dimana kata etika berasal dari istilah bahasa Yunani ethos yang mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Pengertian etika kemudian berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, Etika dapat dibedakan antara Etika perangai dan Etika moral (Selly Silvana, http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan).
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah-daerah tertentu. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena adanya kesepakatan masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika perangai adalah:
1. Berbusana adat
2. Pergaulan muda-mudi
3. Perkawinan semenda
4. Upacara adat
2. Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Etika moral ini berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Apabila etika ini dilanggar akan timbul kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral. Contoh etika moral adalah :
1. Berkata dan berbuat jujur
2. Menghargai hak orang lain
3. Menghormati orang tua atau guru
4. Membela kebenaran dan keadilan
5. Menyantuni anak yatim / piatu
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran hati nurani. Karena ada kebebasan kehendak, maka manusia bebas memilih antara yang baik dan tidak baik, antara yang benar dan tidak benar. Dengan demikian, dia mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dibuatnya itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya pula berkehendak untuk dihukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang diciptakan oleh penguasa yang bertujuan agar masyarakat dapat bertindak sesuai dengan aturan yang ada (Selly Silvana, http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan).

Fungsi Hukum
Fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat. Menurut Lawrence M. Friedman (2009:19-21), fungsai hukum ada empat. Fungsi yang pertama adalah fungsi keadilan, yakni mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang benar menurut masyarakat. Adapun Aristoteles membagi keadilan menjadi dua, yakni keadilan komutatif dan keadilan distributif. Fungsi yang kedua adalah fungsi penyelesaian sengketa, dimana hukum menyediakan sarana dan tempat yang bisa dituju orang untuk menyelesaikan sengketa di dalam masyarakat. Fungsi yang ketiga, adalah sebagai kontrol sosial, yakni pemberlakuan peratuan mengenai periliaku yang benar. Fungsi yang lain, adalah menciptakan norma-norma yang berfungsi untuk rekayasa sosial, yang disebut social engineering. Fungsi rekayasa sosial ini biasanya dibuat oleh badan legislative, yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum itu.
Menurut Sudikno (1996:11), fungsi hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat, agar tidak terjadi konflik. Fungsi hukum sebagai pedoman atau perilaku, tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman perilaku yang diharapkan diwujudkan masyarakat bila masyarakat melakukan suatu kegiatan yang diatur oleh hukum. Hukum sebagai sarana pengendalian sosial, mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial (Ishaq, 2008:11). Ada dua fungsi hukum menurut Bernard, yaitu :
1. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan nilai keadilan.
2. Hukum mengemban fungsi instrumental yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengadaban masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat yakni mendorong, memfasilitasi dan mengesahkan perubahan masyarakat (http://www.pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf).
Tujuan Hukum di Indonesia
Ada beberapa teori tentang tujuan hukum. Menurut Kansil (1989:40-41) tujuan hukum adalah menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum tersebut harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Selain itu, Kansil (1989:41-42) juga mengutip beberapa pendapat para sarjana mengenai tujuan hukum L.J. van Apeldorn, mengatakan bahwa hukum bertujuan mengatur pergaulan hidup secara damai.
Sudikno (2005:77-81), menguraikan ada tiga tujuan hukum, diantaranya:
a. Teori Etis
Menurut teori etis, tujuan hukum adalah semata-mata untuk keadilan, dimana salah satu dari penganut teori ini adalah Geny. Hakekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan suatu tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif. Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yakni keadilan distibutif dan keadilan komutatif. Keadilan distributive adalah keadilan berdasarkan atas prestasi yang dibuat oleh setiap orang, dimana hak setiap orang tidak sama bergantung pada kelahiran, pendidikan, kemampuan, dan lain-lain. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberi kepada setiap orang sama banyak. Hal ini menurut Sudikno adalah berat sebelah karena melebih-lebihkan keadilan hukum.
b. Teori Utilitis (kemanfaatan)
Menurut teori ini, tujuan hukum harus dapat memberikan kemanfaatan yang besar bagi manusia. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham.
c. Teori Campuran
Ada beberapa pendapat para ahli dalam memberikan tujuan hukum, diantaranya, Subekti mengatakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang pokoknya adalah mendatang kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Menurut Mochtar Kusumaatmaja, tujuan hukum adalah untuk ketertiban dan keadilan. Sedangkan menurut Purnadi dan Surjono Soekanto, tujuan hukum adalah untuk kedamaian antar pribadi yang meliputi ketenangan intern pribadi dan ketenangan ekstern antar pribadi.
Sedangkan tujuan hukum di Indonesia adalah termaktub dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu membentuk suatu pemerintah negara negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahtrean umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari tujuan hukum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diantaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, pada saat ini negara ini belum mampu mewujudkan secara adil dan merata. Arti dari “melindungi segenap bangsa Indonesia….” adalah negara berkewajiban melindungi seluruh komponen bangsa terutama di bidang hukum. Contohnya adanya vonis pidana bagi seorang nenek miskin yang mencuri tiga buah kakao adalah pidana penjara 3 (tiga)bulan dan percobaan selama 3 (tiga) bulan. Ini sebagai bukti bahwa Negara belum mampu melindungi bangsa ini. Hukum di Negara ini masih berpihak pada orang yang mempunyai uang.


















DAFTAR PUSTAKA


C.S.T Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
J.B. Daliyo dkk. 1989. Pengantar Ilmu Hukum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:Gramedia.
Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum. Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa Media.
Satjipto Rahardjo. 1982.Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
_____________,2007. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Sudikno Mertokusumo. 1996. Mengenal Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
_________________. 2005. Mengenal Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
_________________. 2005. Penemuan Hukum. Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Supriadi. 2006. Etika, dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Teguh Prasetyo dan Abdul Karim Barkatullah. 2007. Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum. Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
W. Friedmann. 1990. Teori dan Filsafat Hukum. Telaah Kritis Atas Teori Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Internet
Selly Silvana, Etika Profesi Hukum http://www.sellysilvana.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62:etika-profesi-hukum&catid=35:wayan diakses tanggal 25 September 2010 jam 17.30 WIB
(http://www.pa-cilacapkab.go.id/artikel/REFLEKSI-HUKUM.pdf diakses tanggal 28 September 2010 jam 13.30 WIB

Selasa, 24 Agustus 2010

Senam Otak

Selama ini orang lebih memelihara kebugaran fisik ketimbang otak. Padahal otak merupakan pusat dari kontrol segala aktivitas manusia. Banyak cara yang mudah dan murah untuk menjaga kebugaran otak Anda.

Menurut Dr. Ruswaldi Munir, Sp.KO, kebugaran otak didapatkan jika aliran darah ke otak lancar atau pasokan V O2 max-nya memadai. "V O2 max adalah kemampuan ambilan oksigen oleh jantung dan paru-paru, sehingga aliran darah ke semua jaringan tubuh termasuk ke otak akan lebih banyak. Hal ini memungkinkan otak bekerja optimal," jelas staf pengajar pada program studi Ilmu Kedokteran Olahraga FKUI ini.

Agar otak mendapatkan pasokan V O2 max, maka olahraga adalah jawabannya. Olahraga secara umum dipastikan mampu meningkatkan pasokan V O2 max ke otak. Yang juga tak kalah pentingnya untuk mengaktifkan bagian-bagian otak adalah melakukan senam otak. Fungsi optimalisasi otak akan terjaga, karena mendapat rangsangan terus-menerus.

Ada cara yang mudah dan murah yang ditawarkan Dr. Ruswaldi Munir Sp.KO., untuk melatih kebugaran otak Anda.  Panduan gerakan senam kebugaran otak ini cukup dilakukan dalam waktu singkat, yaitu tujuh menit. Anda boleh melakukan kapan dan di mana saja. 

1. Sebelum bersenam, minumlah air putih secukupnya.

2. Lakukan pernapasan perut, bisa sambil duduk atau telentang. Letakkan tangan di atas perut, kemudian tarik napas sehingga perut terasa mendorong telapak tangan ke depan. Jika dilakukan sambil tidur bisa meletakkan buku di atas perut. Lakukan pernapasan 2-8 kali.

3. Lakukan gerakan menoleh ke kiri dan kanan secara pelahan, sambil memijit titik-titik di sekitar dada dan perut, selama 4-8 kali pernapasan.

4. Hook-Ups, terdiri dari dua bagian. Pertama, lakukan pernapasan 4-8 kali. Tubuh harus dalam kondisi betul-betul rileks. Cara kedua, letakkan kaki rata di lantai. Ujung-ujung jari tangan saling bersentuhan sambil melakukan pernapasan 4-8 kali.

5. Mengkaitkan kedua tangan. Gerakan ini untuk mengintegrasikan otak. Rentangkan tangan selebar mungkin. Bayangkan otak bagian kiri dan kanan menjadi satu seperti Anda menyatukan dua tangan. Nikmatilah kesatuan ini sambil melakukan pernapasan 4-8 kali.

6. Titik positif. Sentuhlah titik-titik sekitar dahi sambil melakukan pernapasan 4-8 kali. Anda dapat menggunakan waktu ini untuk merencanakan kegiatan sehari.

7. Gerakan silang (cross crawl). Lakukan gerakan silang ini 10-25 kali untuk melengkapi senam menuju otak segar dan bugar. Ini juga merupakan gerakan minimal yang harus Anda lakukan, jika terpaksa tidak bisa melakukan enam gerakan awal di atas. ( http://health.kompas.com/read/2010/08/24/08580234/Senam.Otak..Cukup.7.Menit )